MOJOKERTO, TRISAKTINEWS.COM — Merasa laporan yang dibuat sejak tahun 2024 tidak ada perkembangan, puluhan petani asal Desa Sumber Girang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, mendatangi Satreskrim Polres Mojokerto pada Senin (15/9/2025) pagi. Kedatangan mereka untuk mempertanyakan kepastian proses hukum terkait kasus pembebasan lahan pertanian di Dusun Sumberjo.
Sekitar pukul 09.20 WIB, para petani memasuki gedung Satreskrim Polres Mojokerto dan meminta bertemu Kanit Pidum atau Kasat Reskrim. Namun, mereka hanya ditemui penyidik yang menangani perkara tersebut. Enam orang perwakilan petani kemudian dipersilakan masuk untuk mendengarkan penjelasan penyidik.
Menurut salah satu petani yang hadir, penyidik menyampaikan bahwa proses hukum masih berjalan dan pihak pembeli sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun, hingga kini para petani mengaku tidak pernah mengetahui siapa pembeli sebenarnya, karena sejak awal transaksi mereka tidak pernah dipertemukan dengan pihak pembeli oleh panitia yang saat itu dijabat perangkat Desa Sumber Girang.
Diketahui, kesepakatan harga pembebasan lahan ditetapkan sebesar Rp600 juta per petak berdasarkan persetujuan Kepala Desa Sumber Girang, Siswayudi, pada 10 Februari 2020. Namun, kenyataannya para petani hanya menerima antara Rp200 juta hingga Rp250 juta per orang.
Merasa dirugikan, para petani melaporkan kasus ini pada 19 November 2024 dengan nomor laporan LI/552/XI/RES/1.11./2024/SATRESKRIM. Namun hampir satu tahun berlalu, mereka mengaku tidak pernah mendapatkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) sebagaimana hak pelapor.
“Ketika kami menuntut hak dengan membuat laporan resmi, prosesnya lama sekali bahkan terasa tidak ada perkembangan. Tapi ketika kami dilaporkan balik oleh panitia dengan tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin dan pencemaran nama baik, prosesnya sangat cepat. Dalam sebulan sudah ada pemanggilan puluhan saksi,” ungkap salah satu petani dengan nada kecewa.
Para petani juga mengaku pernah memberikan kuasa kepada sebuah LBH untuk mendampingi kasus ini, namun kemudian mencabut kuasa karena menilai kinerjanya tidak sesuai harapan. Sayangnya, pimpinan LBH tersebut menolak menandatangani surat pencabutan kuasa.
Kedatangan para petani ke Mapolres Mojokerto diwarnai kekecewaan karena Kasat Reskrim enggan menemui mereka, meski disebut berada di kantornya. Para petani pun semakin bingung ke mana harus mencari keadilan terkait hak pembayaran lahan mereka yang hingga kini belum terselesaikan.
Penulis : Redho
Editor : Redaksi










