JAKARTA, TRISAKTINEWS.COM – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Altri menggelar diskusi akademik untuk membahas Penerapan asas dominus litis dalam revisi KUHAP memang menjadi isu yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Asas ini memberikan kewenangan besar kepada Kejaksaan dalam menentukan kelanjutan atau penghentian perkara pidana, yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan, terutama jika tidak ada mekanisme kontrol yang ketat.
Dalam forum yang dihadiri oleh mahasiswa, pemantik dari praktisi hukum, sejumlah pihak mengkritisi dampak asas ini terhadap sistem peradilan pidana Indonesia. Asas dominus litis, yang dalam bahasa Latin berarti “pemilik perkara”, berpotensi menimbulkan ketimpangan kewenangan antara kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.
Pemantik Agiel Rahmat mengatakan bahwa dalam teori Trias politika mostequ kekuasaan di bagi manjadi tiga 3 kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, eksekutif berfungsi sebagai penyelenggara Negara, legislatif sebagai pembuat undang – undang dan yudikatif berfungsi penegakan Hukum termasuk pengadilan, kejaksaan dan kepolisian dalam hal ini
“Kita menyoroti dari asas tersebut memang perlu kekuasaan itu terbagi-bagi dengan maksud agar tidak menjadi abuse of power atau kekuasaan itu menumpuk kepada satu kekuasaan yang domain seperti apa yang di katanya oleh lord Acton kekuasaan itu cendrung korup kekuasaan Tampa pengawasa pasti akan korup,”katanya
Sementara Wahyudi, salah satu mahasiswa, menyoroti isu tersebut Menurut Yopie Moria dalam buku Sendi-Sendi Hukum Konstitusional abuse of power adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk mencapai kepentingan tertentu dan dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. jika kewenangan kejaksaan tidak diimbangi dengan pengawasan ketat.
“Kita harus memastikan bahwa asas dominus litis tidak menjadi celah bagi kejaksaan untuk bertindak sewenang-wenang. Prinsip checks and balances dalam sistem peradilan harus tetap terjaga agar tidak terjadi monopoli kekuasaan,” ujarnya.
Pemantik Rosihan, mengatakan bahwa dalam teori hukum murni hans kansel, hukum harus menjadi panglima tertinggi dan mencegah agar tidak terjadinya expolitasi dari kepentingan – kepentingan politik .
“Dalam banyak sistem peradilan di dunia, asas dominus litis memang diterapkan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan. Namun, di Indonesia, di mana independensi penegak hukum masih menjadi isu – isu yang tak jelas, kita perlu mekanisme pengawasan yang lebih kuat agar kewenangan ini tidak disalahgunakan,” jelasnya.
Di sisi lain, beberapa peserta diskusi mendukung penerapan asas ini, dengan alasan bahwa kewenangan tunggal kejaksaan dalam perkara pidana dapat mempercepat penyelesaian kasus dan mencegah tarik-menarik kepentingan antara lembaga penegak hukum.
Dengan berbagai sudut pandang yang berkembang, mahasiswa menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal pembahasan RUU KUHAP ini. Mereka menekankan bahwa kebijakan hukum harus tetap berlandaskan pada prinsip transparansi, kepastian hukum dan berkeadilan.
“Sebagai mahasiswa hukum, kita tidak hanya menjadi pengamat, tetapi juga harus berperan aktif dalam memberikan masukan terhadap kebijakan yang menyangkut hak-hak dasar warga negara,” tutup ucup.