Oleh : Ismail Suardi Wekke (Cendekiawan Muslim Indonesia)
TRISAKTINEWS.COM – Desiran angin malam Ramadan menyapu wajahku, membawa serta aroma kurma dan kolak yang menggoda. Namun, ada yang berbeda dari Ramadan kali ini.
Layar ponselku berkedip-kedip, menampilkan notifikasi grup keluarga yang ramai dengan ucapan selamat berbuka dan foto-foto makanan.
“Dulu, Ramadan itu tentang kebersamaan fisik,” gumamku, teringat masa kecil di mana kami berkumpul di masjid, berdesakan dalam saf salat tarawih, dan berbagi takjil dengan tetangga. Sekarang, semua terasa lebih virtual.
“Iya, Nek,” sahut cucuku, Rina, yang duduk di sampingku sambil menggulir layar ponselnya.
“Tapi kan, sekarang kita bisa tetap terhubung meskipun berjauhan. Lihat, aku bisa video call sama teman-teman di luar kota, ngobrol sambil nunggu waktu berbuka.”
Aku tersenyum, mencoba memahami dunia digital yang begitu akrab bagi generasi muda. Memang benar, teknologi telah mengubah cara kita berinteraksi, bahkan dalam bulan suci Ramadan.
Ceramah agama kini bisa disaksikan secara langsung melalui YouTube, tadarus Al-Qur’an bisa dilakukan secara virtual, dan silaturahmi bisa terjalin lewat grup WhatsApp.
Namun, ada kalanya aku merindukan kehangatan interaksi tatap muka. Saat berbuka puasa, misalnya, aku lebih suka berbagi hidangan langsung dengan keluarga dan tetangga, daripada hanya mengirim foto makanan lewat media sosial.
“Nek, kok melamun?” tanya Rina, menyadarkanku dari lamunan. “Ini, lihat, ada video lucu tentang kucing yang ikut tarawih!”
Aku tertawa, ikut menikmati kelucuan video itu. Mungkin, inilah sisi positif dari Ramadan di era digital. Kita bisa menemukan hiburan dan informasi dengan mudah, bahkan berbagi momen kebahagiaan dengan orang-orang terdekat.
Namun, aku juga khawatir dengan dampak negatifnya. Terlalu asyik dengan dunia maya bisa membuat kita lupa akan esensi Ramadan yang sebenarnya, yaitu meningkatkan ketakwaan dan memperbanyak ibadah.
“Rina, jangan lupa ya, selain main ponsel, kita juga harus banyak baca Al-Qur’an dan salat tarawih,” pesanku.
“Siap, Nek!” jawab Rina sambil mengacungkan jempolnya.
Aku menghela napas lega. Semoga Ramadan kali ini bisa menjadi momentum bagi kita semua untuk bijak menggunakan teknologi, menjaga keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata, serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Ramadan.
Ramadan di Genggaman: Transformasi Sosial di Era Digital
Ramadan, kini hadir dengan wajah yang berbeda. Era digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara umat Muslim menjalani ibadah dan tradisi Ramadan. Dulu, kebersamaan fisik menjadi inti dari setiap kegiatan Ramadan, mulai dari salat tarawih berjamaah di masjid hingga berbuka puasa bersama keluarga besar.
Namun, kini, interaksi virtual semakin mendominasi, dengan grup WhatsApp yang ramai, siaran langsung ceramah agama, dan tadarus Al-Qur’an secara daring.
Teknologi memang menawarkan kemudahan dan efisiensi. Informasi tentang jadwal imsak dan berbuka puasa dapat diakses dalam hitungan detik, ceramah agama dari ulama ternama dapat disaksikan tanpa harus keluar rumah, dan silaturahmi dapat terjalin tanpa batasan jarak.
Namun, di balik kemudahan tersebut, ada kekhawatiran akan hilangnya esensi kebersamaan dan interaksi sosial yang hangat. Pertemuan tatap muka yang penuh makna tergantikan oleh obrolan singkat di grup chat, dan kehangatan berbagi hidangan berbuka puasa langsung tergantikan oleh foto-foto makanan di media sosial.
Di sisi lain, era digital juga membuka peluang baru untuk memperluas jangkauan dakwah dan kegiatan sosial. Banyak organisasi dan individu yang memanfaatkan platform digital untuk menggalang dana, berbagi informasi tentang kegiatan Ramadan, dan menyebarkan pesan-pesan kebaikan.
Siaran langsung ceramah agama dan kajian daring memungkinkan umat Muslim di berbagai penjuru dunia untuk tetap terhubung dengan ilmu agama, bahkan di tengah keterbatasan ruang dan waktu.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bijak dalam memanfaatkan teknologi di bulan Ramadan. Kita perlu menjaga keseimbangan antara interaksi virtual dan interaksi tatap muka, serta memastikan bahwa teknologi tidak menggeser esensi ibadah dan nilai-nilai luhur Ramadan.
Dengan demikian, Ramadan di era digital dapat menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan, mempererat tali silaturahmi, dan menyebarkan kebaikan, baik di dunia maya maupun di dunia nyata.