SURABAYA, TRISAKTINEWS.COM — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan secara tersistematis dan masif mencuat di SAMSAT Manyar, Surabaya Timur. Fakta ini terungkap berdasarkan hasil investigasi wartawan yang menemukan adanya permainan oknum petugas dalam setiap pengurusan dokumen kendaraan bermotor.
SAMSAT sejatinya hadir untuk memberikan pelayanan terpadu kepada masyarakat dalam urusan registrasi kendaraan bermotor, identifikasi ranmor, hingga pembayaran pajak kendaraan. Namun, di lapangan, justru menjadi ladang pungli yang diduga melibatkan oknum petugas tertentu.
Salah seorang petugas berinisial SUHUD diduga berperan sebagai pintu utama pengurus berkas, terutama yang dibawa biro jasa (BJ). Dari hasil investigasi, setiap berkas (MAP) yang masuk harus melalui dirinya dan dibubuhkan tanda tangan sebagai bukti “paketan”.
Nominal pungutan bervariasi mulai dari Rp625 ribu hingga Rp1,6 juta, dengan dalih biaya percepatan (ACC) penerbitan BPKB maupun STNK.
Seorang pengurus biro jasa berinisial N menuturkan, biaya tersebut tidak pernah disertai kuitansi resmi. Bahkan, ia mengaku pernah diminta Rp1,6 juta untuk mutasi masuk kendaraan roda empat.
“Kalau bayar ACC, BPKB bisa jadi sehari. Tapi kalau tidak, bisa menunggu sampai 3–6 bulan,” ungkapnya.
Selain itu, nama-nama lain seperti Pak Yek dan Sukur juga disebut dalam alur penerimaan berkas di loket formulir. Menurut pengakuan sumber, seluruh mekanisme ini seakan sudah diatur rapi, bahkan disertai kode khusus di atas MAP untuk memudahkan penagihan biaya pungli.
Praktik ini jelas meresahkan masyarakat. Sehari, lebih dari 50 berkas diproses melalui mekanisme “paketan”, yang jika dikalkulasi bisa mencapai puluhan juta rupiah masuk ke kantong oknum-oknum terkait.
Pengamat Kepolisian, Dr. Didi Sungkono, S.H., M.H., menegaskan bahwa praktik pungli semacam ini bisa dijerat hukum pidana.
“Kalau dilakukan ASN, ada UU ASN yang mengatur. Kalau terkait tipikor, ada UU No 31 Tahun 1999 junto UU No 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Pungli bukan rezeki, pungli bukan berkah,” tegasnya.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada langkah penertiban dari pihak terkait, baik Dispenda, Polantas, maupun Satgas Saber Pungli. Publik pun bertanya-tanya, kemana peran Propam Polri untuk mengusut kasus ini hingga tuntas?
Masyarakat menilai, jika praktik pungli “tersistematis” ini terus dibiarkan, maka tujuan utama keberadaan SAMSAT sebagai pusat pelayanan publik akan semakin jauh dari harapan.
Penulis : Redho
Editor : Redaksi