BONE, TRISAKTINEWS.COM – Komisi IV DPRD Kabupaten Bone melakukan kunjungan komparatif ke Dinas Pendidikan Kota Bogor sebagai tindak lanjut dari dua poin penting hasil rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bone. Kunjungan ini dilakukan sebagai upaya mencari referensi kebijakan yang lebih relevan dan aplikatif, khususnya terkait jam kerja guru dan beban administrasi mereka.
Ketua Komisi IV DPRD Bone, Andi Muh.Salam, menjelaskan bahwa langkah ini diambil karena banyak kebijakan yang diterapkan saat ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat, khususnya bagi guru sebagai tenaga fungsional yang memiliki regulasi tersendiri dari Kementerian Pendidikan.
“Sebelumnya kami sudah berkoordinasi dengan seluruh kabupaten/kota di Sulsel termasuk pihak kementerian pendidikan, dan memang dua poin yang dipersoalkan teman-teman guru tidak ada dalam aturan yang mengikat karena guru diatur secara khusus oleh Permendikbud,” ujar Lilo AK sapaan akrabnya kepada Trisaktinews.com, Selasa 22 April 2025.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah penggunaan barcode dalam pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Meskipun dimaksudkan untuk mempermudah, implementasinya justru menambah beban teknis dan psikis bagi para guru.
“Guru-guru menangis, bukan hanya karena lelah fisik, tapi karena tekanan psikis. Mengajar itu butuh kondisi mental dan fisik yang sehat. Mereka dibebani banyak aplikasi: aplikasi belajar, kinerja, SAPK, GTK, SIM PKB, ditambah administrasi manual seperti absensi, penilaian raport, dan RPP. Semua serba digital tapi tidak dibarengi dengan support yang memadai,” jelasnya.
Lilo AK juga menyoroti bahwa guru saat ini dituntut menguasai teknologi informasi, memiliki laptop pribadi, dan tetap menjalankan pembelajaran dalam dan luar kelas melalui aplikasi Rumah Belajar yang kini menjadi platform administrasi resmi pengganti tulis tangan.
Namun demikian, DPRD Bone menekankan bahwa guru memiliki aturan main tersendiri. SK jam kerja ASN yang diterbitkan kepala daerah tidak serta merta berlaku bagi guru, karena profesi guru adalah fungsional dan tunduk pada regulasi Kementerian Pendidikan.
“SK 5 hari kerja ASN tidak serta merta bisa diberlakukan pada guru yang seharusnya 6 hari kerja sesuai kalender pendidikan. Kalau aturan seperti ini dipaksakan, teman-teman guru kita yang dikorbankan. Kasihan mereka,” tegas Lilo AK.
Ia juga meminta Kadis Pendidikan untuk lebih peka dan menjadi pelayan yang baik, memahami kondisi riil dunia pendidikan dan tidak membuat kebijakan yang menyimpang dari regulasi nasional.
“DPRD tidak ingin ada kebijakan dari Dinas Pendidikan yang justru jadi bumerang bagi kepala daerah di mata masyarakat. Kami tidak mau kebijakan tanpa dasar hukum yang kuat dibuat hanya karena mengikuti arus tanpa mempertimbangkan realitas,” tambahnya.
Lilo juga menilai ada komunikasi yang tidak ketemu antara Dinas Pendidikan dan Bupati Bone, pasalnya terkait RPP yang diinginkan oleh Bupati Bone saat bertemu dengan para Guru dan Kepala Sekolah itu sudah tepat karena demi meningkatkan kapasitas Guru.
“Kami melihat niat dari bapak Bupati Bone dalam hal peningkatan kapasitas Guru sudah tepat, karena keinginan pak Bupati ini mau ada transformasi ilmu pengetahuan ke peserta didik yang lebih efektif. Namun yang kami lihat Dinas Pendidikan Bone salah menafsirkan keinginan pak bupati. Harusnya Dinas Pendidikan Bone menyampaikan ke pak bupati bahwa terkait RPP ini sudah ada aplikasi yang mengatur, dan yang kedua terkait jam belajar pak bupati tidak mau ada guru yang tidak bekerja maksimal, dan sudah ada di Permendikbud yang mengatur tentang jam kerja bagi ASN Guru dan itu yang harus di sampaikan Dinas Pendidikan ke pak Bupati,”jelas Lilo AK.
Komisi IV berharap hasil kunjungan dan evaluasi ini bisa menjadi dasar perbaikan sistem pendidikan di Bone, dengan menjunjung tinggi profesionalisme guru dan menciptakan suasana kerja yang lebih manusiawi, nyaman, dan mendukung kualitas pembelajaran. (*/iwn)